Setelahpendeta itu wafat, Salman Al Farisi pindah dan menetap beberapa lama di Amuriyah. Singkat kisah, Salman pun bertemu dengan para saudagar dari kabilah Kalb asal Arab. Kepada para saudagar itu Salman meminta agar dirinya dibawa ke negeri Arab dan sebagai imbalan agar orang-orang Arab itu mengajaknya, Salman pun memberikan sapi dan barang KisahSahabat: Salman Al-Farisi Radhiallahu 'anhu Dari Abdullah bin Abbas Radhiallaahu 'anhu berkata, "Salman al-Farisi menceritakan biografinya kepadaku dari mulutnya sendiri. Dia berkata, 'Aku seorang lelaki Persia dari Isfahan, warga suatu desa bernama Jai. Ayahku adalah seorang tokoh masyarakat yang mengerti pertanian. Aku sendiri yang paling disayangi ayahku dari semua makhluk Allah. SalmanAl-Farisi dan Abu Darda Meminang oleh ustadz reko di masjid KH Ahmad dahlan Bondowoso KisahSalman Al Farisi dan Abu Darda. Muda. 143. 1. 2 + Laporkan Konten. Laporkan Akun. Ardhani Reswari . 26 Januari 2015 | 8 tahun lalu . Semestaku. Catatan. 33. 0. 0 + Laporkan Konten. Laporkan Akun Diberikan kepada Kompasianer aktif dan konsisten dalam membuat konten dan berinteraksi secara positif. Sebarkaninformasi ini kepada kawan dan sanak-saudara lewat platform yang tersedia di bawah ini. Semoga bermanfaat, ya, dan juga jaga selalu kesehatan! Sumber Referensi: Haunan Amali. 29 April 2019. Manajemen Keuangan Salman Al Farisi. https://bit.ly/3g9vgsQ; Admin. 18 Juni 2017. Allahtelah memuliakannya dengan Islam dan dia telah memiliki kedudukan mulia di mata Rasulullah Saw. hingga beliau menyebutnya sebagai ahlul bait," ucap Abu Darda dengan penuh wibawa. "Saya datang ke sini mewakili saudara saya Salman al-Farisi untuk melamar putri Anda" . TetapiRasulullah tidak menjawabnya sampai dia bertanya tiga kali. Salamn al-Farisi berada diantara kami. Rasulullah meletakkan tangannya pada Salman dan kemudian berkata, 'Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, meskipun jika iman dekat Ats- Tsurayya, laki-laki dari mereka (yakni Salman) tentu akan mendapatkannya." (Sunan at-Tirmdizi). aUokR. loading...Salman Al-Farisi disebut Rasulullah sebagai Ahlul Bait, sementara Ali bin Abu Thalib memberi gelar Luqmanul Hakim. Ilustrasi/Ist Salman Al-Farisi adalah anak seorang bangsawan, bupati, di daerah kelahirannya, Persia. Ia sempat tertipu di tengah perjalanannya mencari kebenaran Illahi. Ia diperjualbelikan sebagai budak. Beliau terdampar di Madinah, menjadi budak orang Yahudi . Beliau masuk Islam dan Allah membebaskan dirinya. Baca Juga Sebagaimana lelaki normal lainnya, pria bertubuh tegap ini pun sempat jatuh cinta. Sayang, cintanya bertepuk sebelah tangan. Hati Salman kepincut perempuan Anshar. Yakni perempuan asli kelahiran Madinah. Di kalangan kaum Anshar , Salman sejatinya dianggap sebagai keluarga mereka. Demikian juga kaum Muhajirin . Pendatang dari Mekkah ini juga menganggap Salman bagian dari kaum waktu perang Khandaq, saat Salman menelorkan ide cerdas membangun parit untuk menahan pasukan kafir Quraish, kaum Anshar mengklaim Salman sebagai kaum mereka. “Salman dari golongan kami,” ujar kaum Anshar. Pernyataan kaum Anshar ini direspon kaum Muhajirin. Mereka berdiri dan berkata, “Tidak. ia dari golongan kami!” Rasulullah SAW pun akhirnya memanggil mereka yang bersengketa itu, “Salman adalah golongan kami, Ahlul Bait. Dan memang selayaknyalah jika Salman mendapat kehormatan seperti itu,” ujar Rasulullah SAW. Baca Juga Ali bin Abi Thalib memberi gelar Salman dengan “Luqmanul Hakim”. Dan sewaktu ditanya mengenai Salman, yang ketika itu telah wafat, maka jawabnya “Ia adalah seorang yang datang dari kami dan kembali kepada kami Ahlul Bait. Siapa pula di antara kalian yang akan dapat menyamai Luqmanul Hakim. Ia telah beroleh ilmu yang pertama begitu pula ilmu yang terakhir. Dan telah dibacanya kitab yang pertama dan juga kitab yang terakhir. Tak ubahnya ia bagai lautan yang airnya tak pernah kering”. Dalam kalbu para sahabat umumnya, pribadi Salman telah mendapat kedudukan mulia dan derajat Salman yang tinggi itu tidak serta merta menjadi magnet bagi perempuan. Dan itu yang tidak diketahui Salman. Cintanya DitolakPada suatu ketika, Salman Al Farisi bermaksud melamar gadis pujaan hatinya itu. Dia mengajak sahabatnya, Abu Darda, untuk menemaninya. Abu Darda merasa tersanjung dengan ajakan Salman itu. Ia pun memeluk Salman Al Farisi dan bersedia segala sesuatunya dianggap beres, keduanya pun mendatangi rumah sang gadis. Selama perjalanan, mereka tampak gembira. Setiba di tujuan, keduanya diterima dengan tangan terbuka oleh kedua orang tua wanita Anshar tersebut. Baca Juga Abu Darda menjadi juru bicara. Ia memperkenalkan dirinya dan juga Salman Al Farisi. Ia menceritakan mengenai Salman Al Farisi yang berasal dari Persia. Abu Darda juga menceritakan mengenai kedekatan Salman Al Farisi yang tak lain adalah sahabat Rasulullah SAW. Dan terakhir adalah maksudnya untuk mewakili sahabatnya itu untuk maksud mereka melamar putrinya, membuat tuan rumah merasa sangat terhormat. Mereka senang akan kedatangan dua orang sahabat Rasulullah. Hanya saja, sang ayah tidak serta merta menerima lamaran itu. Sebagaimana diajarkan Rasulullah, sang ayah harus bertanya dulu bagaimana pendapat putrinya mengenai lamaran tersebut. Karena jawaban itu adalah hak dari putrinya secara ayah pun lalu memberikan isyarat kepada istri dan juga putrinya yang berada di balik hijabnya. Ternyata sang putri telah mendengar percakapan sang ayah dengan Abu Darda. Gadis ini juga telah memberikan pendapatnya mengenai pria yang melamarnya. Berdebarlah jantung Salman Al Farisi saat menunggu jawaban dari balik tambatan hatinya. Abu Darda pun menatap gelisah pada wajah ayah si gadis. Dan tak begitu lama semua menjadi jelas ketika terdengar suara lemah lembut keibuan sang bunda yang mewakili putrinya untuk menjawab pinangan Salman Al Farisi.“Mohon maaf kami perlu berterus terang,” kalimat itu membuat Salman Al Farisi dan Abu Darda berdebar tak sabar. Perasaan tegang dan gelisah pun menyeruak dalam diri mereka berdua.“Karena kalian berdua yang datang dan mengharap ridha Allah, saya ingin menyampaikan bahwa putri kami akan menjawab iya jika Abu Darda juga memiliki keinginan yang sama seperti keinginan Salman Al Farisi,” katanya. loading...Kisah cinta Salman Al Farisi adalah perasaan cinta karena iman, sehingga mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri. Foto ilustrasi/ist Mungkin kita sering mendengar ada teman atau sahabat menelikung cinta ? Atau kala harus menghadapi kenyataan pahit bahwa orang yang kita cintai justru memilih sahabat sendiri untuk dinikahi? Tak terbayang bagaimana perasaan tahukah muslimah? Ternyata kisah seperti itu sudah terjadi lebih dari tahun yang lalu. Kisah dari sahabat Rasulullah, Salman Al-Farisi, yang darinya kita bisa mengambil pelajaran dan hikmah terpuji sebagai seorang mukmin tersebut termaktub dalam kitabShifat al-Shafwahkarya Ibnu al-Jauzi.Baca juga Inilah Pintu - pintu Surga untuk Perempuan Kisah itu dimulai saat Salman Al-Farisi, anak seorang bangsawan , bupati, di daerah kelahirannya, Persia . Ketika sudah memasuki usia yang cukup untuk menikah. Hati Salman kepincut perempuan Anshar. Yakni perempuan asli kelahiran Madinah. Di kalangan kaum Anshar , Salman sejatinya dianggap sebagai keluarga mereka. Demikian juga kaum Muhajirin . Pendatang dari Makkah ini juga menganggap Salman bagian dari kaum bagaimana pun, Madinah bukanlah tempat ia tumbuh dewasa. Ia berpikir, melamar seorang gadis pribumi tentu menjadi urusan pelik bagi seorang pendatang seperti dirinya. Maka, disampaikanlah gejolak hati itu kepada sahabat Anshar yang dipersaudarakan dengannya, Abu Darda’.Baca juga Hakikatnya untuk Diri Sendiri, Maka Berikan Sedekah dengan Harta Terbaik Abu Darda pun sangat senang mendengar kabar dan niat baik sahabatnya itu. “Subhanallah, Walhamdulillah,”ujar Abu Darda mengungkapkan kegembiraannya. Dan ketika itu pula, Salman Al Farisi bermaksud melamar gadis pujaan hatinya itu. Dia mengajak sahabatnya, Abu Darda, untuk menemaninya. Abu Darda merasa tersanjung dengan ajakan Salman itu. Ia pun memeluk Salman Al Farisi dan bersedia segala sesuatunya dianggap beres, keduanya pun mendatangi rumah sang gadis. Selama perjalanan, mereka tampak gembira. Setiba di tujuan, keduanya diterima dengan tangan terbuka oleh kedua orang tua wanita Anshar tersebut.Baca juga Mihnah, Pelengkap Busana Muslimah yang Penting Diketahui Abu Darda menjadi juru bicara. Ia memperkenalkan dirinya dan juga Salman Al Farisi. Ia menceritakan mengenai Salman Al Farisi yang berasal dari Persia. Abu Darda juga menceritakan mengenai kedekatan Salman Al Farisi yang tak lain adalah sahabat Rasulullah SAW. Dan terakhir adalah maksudnya untuk mewakili sahabatnya itu untuk maksud mereka melamar putrinya, membuat tuan rumah merasa sangat terhormat. Mereka senang akan kedatangan dua orang sahabat Rasulullah. Hanya saja, sang ayah tidak serta merta menerima lamaran itu. Sebagaimana diajarkan Rasulullah, sang ayah harus bertanya dulu bagaimana pendapat putrinya mengenai lamaran tersebut. Karena jawaban itu adalah hak dari putrinya secara penuh.Baca juga Babak Baru UU Cipta Kerja, 40 Aturan Turunan Dikejar Demi Diterima Buruh Sang ayah pun lalu memberikan isyarat kepada istri dan juga putrinya yang berada di balik hijabnya. Ternyata sang putri telah mendengar percakapan sang ayah dengan Abu Darda. Gadis ini juga telah memberikan pendapatnya mengenai pria yang jantung Salman Al Farisi saat menunggu jawaban dari balik tambatan hatinya. Abu Darda pun menatap gelisah pada wajah ayah si gadis. Dan tak begitu lama semua menjadi jelas ketika terdengar suara lemah lembut keibuan sang bunda yang mewakili putrinya untuk menjawab pinangan Salman Al Farisi.Baca juga Waspadai Pancaroba, Dosen Ini Ingatkan Pentingnya Jaga Imunitas Tubuh “Mohon maaf kami perlu berterus terang,” kalimat itu membuat Salman Al Farisi dan Abu Darda berdebar tak sabar. Perasaan tegang dan gelisah pun menyeruak dalam diri mereka berdua.“Karena kalian berdua yang datang dan mengharap ridha Allah, saya ingin menyampaikan bahwa putri kami akan menjawab iya jika Abu Darda juga memiliki keinginan yang sama seperti keinginan Salman Al Farisi,” katanya.Baca juga Aksi Gerakan Saling Berbagi Digelar di Depok, Warga Ikutan Taruh Bahan Pangan Keterusterangan yang di luar prediksi. Mengejutkan bahwa sang puteri lebih tertarik kepada pengantar daripada pelamarnya. Hal Ironis sekaligus indah. Bayangkan sebuah perasaan campur aduk di mana cinta dan persaudaraan bergejolak berebut tempat dalam hati. Home Hikmah Senin, 10 Agustus 2020 - 2011 WIBloading... Salman Al-Farisi RA dikenal sebagai pahlawan berkat idenya membuat parit dalam upaya melindungi Kota Madinah dalam perang Khandaq. Foto Ilustrasi/Ist A A A Salman Al-Farisi سلمان الفارسي radhiyallahu 'anhu RA, seorang sahabat Nabi bekebangsaan Persia. Di kalangan sahabat lainnya beliau dipanggil dengan nama Abu Abdullah. Salman Al-Farisi juga dikenal sebagai pahlawan berkat idenya membuat parit dalam upaya melindungi Kota Madinah dalam perang sahabat Nabi yang mulia, Salman Al-Farisi ternyata memiliki karomah yang merupakan anugerah dari Allah Ta'ala. Salah satu karamah Salman dikemukakan dalam Kitab Hujjatullah 'ala Al-Alamin dan juga dikemukakan oleh Syeikh Abdul Majid Al-Khan Al-Dimasyqi dalam Kitabnya Al-Hadaiq Al- Wardiyyah fi Ajla'i Al-Thariqah al-Naqsyabandiyyah. Baca Juga Suatu hari Salman RA keluar dari Madain bersama seorang tamu. Tiba-tiba ada sekawanan kijang berjalan di padang pasir dan burung-burung beterbangan di angkasa. Salman kemudian berkata, "Kemarilah wahai burung dan kijang, karena aku kedatangan seorang tamu yang sangat ingin aku muliakan. Maka datanglah seekor burung dan kijang kepadanya. Tamu itu berkata "Subhanallah" Maha Suci Allah.Lalu Salman berkata kepadanya, "Apakah engkau heran melihat seorang hamba yang taat kepada Allah, tetapi ia didurhakai oleh sesuatu?" Kisah lain diceritakan ketika Harits bin Amir melakukan perjalanan sampai di Madain. Ia bertemu seorang laki-laki berpakaian lusuh membawa kulit yang disamak berwarna merah yang digunakan dalam pertempuran. Laki-laki itu menoleh ke arah Harits, lalu berkata "Tetaplah di tempatmu, ya Abdullah!" Harits bertanya kepada orang di sampingnya, "Siapa orang ini?" Jawabnya, "Salman". Baca Juga Lalu Salman masuk ke dalam rumahnya, dan mengenakan baju putih. la menyambut Harits meraih tangannya, dan menyalaminya. Harits lalu berkata, "Ya Abu Abdullah Salman Al-Farisi , engkau belum pernah bertemu denganku sebelumnya, dan aku juga belum pernah bertemu denganmu. Engkau tidak mengenalku, begitu juga aku tidak mengenalmu". Salman menjawab "Ya, demi Zat yang menguasai jiwaku. Ruhku telah mengenal ruhmu ketika aku bertemu denganmu. Bukankah engkau Harits bin Amir?" Harits menjawab "Ya." Salman menegaskan, "Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda "Ruh-ruh itu laksana tentara yang berperang. Tentara yang dikenal adalah kawan dan yang tak dikenal adalah lawan". Diriwayatkan oleh Syeikh Abdul Majid dari Abu Na'imSelain itu, Qais menceritakan bahwa ketika Salman dan Abu Darda' RA sedang makan dalam piring besar tiba-tiba makanan di atas piring itu bertasbih mengucap "Subhanallah" Maha Suci Allah. Demikian kisah karomah sahabat Salman Al-Farisi RA . Inilah keistimewaan para sahabat dan orang-orang yang dekat dengan Allah. Semoga Allah meridhai mereka. Baca Juga Wallahu Ta'ala A'lamrhs karamah kisah salman alfarisi sahabat nabi kisah sahabat nabi salman alfarisi Artikel Terkini More 5 menit yang lalu 21 menit yang lalu 53 menit yang lalu 1 jam yang lalu 1 jam yang lalu 1 jam yang lalu SALMAN Al Farisi adalah salah seorang sahabat Nabi SAW yang berasal dari Persia. Salman sengaja meninggalkan kampung halamannya untuk mencari cahaya kebenaran. Kegigihannya berbuah hidayah Allah dan pertemuan dengan Nabi Muhammad saw di kota Madinah. Beliau terkenal dengan kecerdikannya dalam mengusulkan penggalian parit di sekeliling kota Madinah ketika kaum kafir Quraisy Mekah bersama pasukan sekutunya datang menyerbu dalam perang Khandaq. Salman Al Farisi sudah waktunya menikah. Seorang wanita Anshar yang dikenalnya sebagai wanita mu’minah lagi shalihah juga telah mengambil tempat di hatinya. Tentu saja bukan sebagai pacar. Tetapi sebagai sebuah pilihan untuk menambatkan cinta dan membangun rumah tangga dalam ikatan suci. Tapi bagaimanapun, ia merasa asing di sini. Madinah bukanlah tempat kelahirannya. Madinah bukanlah tempatnya tumbuh dewasa. Madinah memiliki adat, rasa bahasa, dan rupa-rupa yang belum begitu dikenalnya. Ia berfikir, melamar seorang gadis pribumi tentu menjadi sebuah urusan yang pelik bagi seorang pendatang. Harus ada seorang yang akrab dengan tradisi Madinah berbicara untuknya dalam khithbah, pelamaran. Maka disampaikannyalah gelegak hati itu kepada shahabat Anshar yang telah dipersaudarakan dengannya, Abu Darda’. ”Subhanallaah. . wal hamdulillaah. . ,” girang Abu Darda’ mendengarnya. Keduanya tersenyum bahagia dan berpelukan. Maka setelah persiapan dirasa cukup, beriringanlah kedua shahabat itu menuju sebuah rumah di penjuru tengah kota Madinah. Rumah dari seorang wanita yang shalihah lagi bertaqwa. ”Saya adalah Abu Darda’, dan ini adalah saudara saya Salman seorang Persia. Allah telah memuliakannya dengan Islam dan dia juga telah memuliakan Islam dengan amal dan jihadnya. Dia memiliki kedudukan yang utama di sisi Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam, sampai-sampai beliau menyebutnya sebagai ahli bait-nya. Saya datang untuk mewakili saudara saya ini melamar putri Anda untuk dipersuntingnya.,” fasih Abu Darda’ berbicara dalam logat Bani Najjar yang paling murni. ”Adalah kehormatan bagi kami,” ucap tuan rumah,” menerima Anda berdua, shahabat Rasulullah yang mulia. Dan adalah kehormatan bagi keluarga ini bermenantukan seorang shahabat Rasulullah yang utama. Akan tetapi hak jawab ini sepenuhnya saya serahkan pada puteri kami.” Abu Darda dan Salman menunggu dengan berdebar-debar. Hingga sang ibu muncul kembali setelah berbincang-bincang dengan puterinya. ”Maafkan kami atas keterusterangan ini,” kata suara lembut itu. Ternyata sang ibu yang bicara mewakili puterinya. ”Tetapi karena Anda berdua yang datang, maka dengan mengharap ridha Allah saya menjawab bahwa puteri kami menolak pinangan Salman. Namun jika Abu Darda’ kemudian juga memiliki urusan yang sama, maka puteri kami telah menyiapkan jawaban mengiyakan.” Keterusterangan yang di luar perkiraan kedua sahabat tersebut. Mengejutkan bahwa sang puteri lebih tertarik kepada pengantar daripada pelamarnya. Bayangkan sebuah perasaan campur aduk dimana cinta dan persaudaraan bergejolak berebut tempat dalam hati. Bayangkan sebentuk malu yang membuncah dan bertemu dengan gelombang kesadaran. Ya, bagaimanapun Salman memang belum punya hak apapun atas orang yang dicintainya. Namun mari kita simak apa reaksi Salman, sahabat yang mulia ini ”Allahu Akbar!” seru Salman, ”Semua mahar dan nafkah yang kupersiapkan ini akan aku serahkan pada Abu Darda,’ dan aku akan menjadi saksi pernikahan kalian!” Betapa indahnya kebesaran hati Salman Al Farisi. Ia begitu paham bahwa cinta, betapapun besarnya, kepada seorang wanita tidaklah serta merta memberinya hak untuk memiliki. Sebelum lamaran diterima, sebelum ijab qabul diikrarkan, tidaklah cinta menghalalkan hubungan dua insan. Ia juga sangat paham akan arti persahabatan sejati. Apalagi Abu Darda’ telah dipersaudarakan oleh Rasulullaah saw dengannya. Bukanlah seorang saudara jika ia tidak turut bergembira atas kebahagiaan saudaranya. Bukanlah saudara jika ia merasa dengki atas kebahagiaan dan nikmat atas saudaranya. “Tidaklah seseorang dari kalian sempurna imannya, sampai ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk dirinya.” [HR Bukhari] [] Sumber Karakteristik Perihidup Enam Puluh Sahabat Rasulullah SAW karya Khalid Muhammad KhalidDiponegoro Bandung SALMAN Al-Farisi, sahabat yang terkenal dengan idenya untuk membuat parit dalam Perang Khandaq dipersaudarakan dengan Abu Al-Darda’ dari suku Khazraj, oleh Rasulullah. Sebelum memeluk Islam, Abu Al-Darda’ adalah seorang pedagang. Suatu ketika Salman Al-Farisi berkunjung ke rumah saudaranya yang kelak diangkat oleh Umar bin Al-Khaththab sebagai seorang hakim di Damaskus, Suriah. Kala itu, Abu Al-Darda’ belum pulang. Begitu dipersilakan masuk ke dalam rumah, dia melihat istri saudaranya tersebut berpakaian lusuh. Melihat hal itu, Salman pun bertanya kepada Khairah, istri Abu Al-Darda’, “Mengapa engkau seperti ini?” BACA JUGA Abu Darda Redam Hawa Nafsu hingga Memperoleh Mutiara Batin “Saudaramu, Abu Al-Darda, kini tak lagi memerlukan dunia,” jawab Umm Al-Darda dengan suara pelan. Ketika Abu Al-Darda datang, makanan pun dihidangkan kepada Salman Al-Farisi. Abu Al-Darda kemudian berkata kepada saudaranya yang lahir di Isfahan itu, “Saudaraku, silakan nikmati makanan ini sendiri. Aku sedang berpuasa sunnah.” “Saudaraku, aku takkan makan selama engkau tak makan bersamaku!” jawab Salman, Abu Al-Darda pun makan untuk menghormati tamunya. Ketika malam datang dan kemudian semakin kelam, Abu Al-Darda’ bangun untuk melaksanakan shalat tahajud. Melihat hal itu, Salman pun berkata kepadanya, “Saudaraku! Tidurlah!” Abu Al-Darda pun menuruti permintaan saudaranya itu. Kemudian, ketika malam semakin malam, Abu Al-Darda bangun lagi untuk melaksanakan shalat tahajud. Melihat saudaranya yang memeluk Islam pada tahun terjadinya Perang Badar tersebut hendak melaksanakan shalat tahajud, Salman sekali lagi mencegahnya dan memintanya tidur. Permintaan itu dipenuhi Abu Al-Darda’ untuk menghormati tamunya. Ketika malam hampir tiba di akhir perjalanannya, Salman Al-Farisi bangun dan berkata kepada Abu Al-Darda’, “Sekarang, mari kita shalat tahajud berjamaah!” BACA JUGA Amalan Terbaik, Terbersih di Sisi Allah yang Disampaikan Abu Darda Mereka berdua lantas melaksanakan shalat tahajud berjamaah. Selepas shalat, Salman kemudian berkata kepada Abu Al-Darda’, ”Saudaraku! Tuhanmu punya hak yang harus engkau penuhi. Istrimu juga punya hak yang harus engkau penuhi. Karena itu, penuhilah hak masing-masing secara seimbang!” Merasa kurang yakin dengan masukan Salman Al-Farisi, keesokan harinya Abu Al-Darda’ menemui Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dan mengadukan hal itu. Mendengar keluhan Abu Al-Darda’ tersebut, beliau berkata, “Salman memang benar.” [] Sumber Rumah Cinta Rasulullah/ Muhammad Rofi Usmani/ Mizan/ 2007

kisah salman al farisi dan abu darda